Thursday, February 23, 2012

[52] Sempurna_My Own Version

[pake lagunya Gita Gutawa, Andra and The Backbone] 

Kau begitu sempurna
dimataku Kau begitu indah
Kau membuat diriku akan slalu memujaMu
disetiap langkahku ku kan slalu memikirkan diriMu
tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintaMu

janganlah Kau tinggalkan diriku
takkan mampu menghadapi semua
hanya bersamaMu ku akan bisa

Kau adalah Allahku
Kau adalah Robbiku
Kau adalah Tuhanku
lengkapi hidupku
oh Allah Engkau Yang Maha Sempurna

Monday, February 20, 2012

[51] Ibu...Aku Juga Anakmu..

Setiap anak punya hak atas orang tuanya. Hak untuk memperoleh kasih sayang, perhatian, hak untuk tercukupi kebutuhannya-yang tentu ada batasannya-, hak untuk memperoleh sarana pengetahuan dan pengembangan diri, dsb; dan adalah kewajiban orang tua untuk berlaku adil terhadap anak-anaknya. Terkadang aku merasa kasihan jika ada anak yang diperlakukan tidak adil oleh orang tuanya, sedangkan ia melihat saudaranya 'dilebihkan' dari dirinya.
Pengalamanku sendiri dalam melihat kondisi seperti itu, kulihat di keluarga adek lesku. Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, adek lesku ada dua, I***** dan L*****. Mereka punya kakak, ***** namanya. Dia adalah anak yatim yang kemudian diangkat dan diasuh oleh keluarga adek lesku. Entah saat umur berapa, ayahnya-yang merupakan saudara dari ayahnya I*****-meninggal karena stroke. Sejak saat itu ia tinggal bersama keluarga dek I. ***** sendiri mungkin merasa sadar bahwa ia berhutang budi pada keluarga dek I, sehingga ia terlihat lebih mengalah daripada adik-adiknya (meskipun dalam hati juga pastinya ingin diperlakukan sama). Pernah suatu ketika dia menyatakan isi hatinya, ketika kami-aku dan dek I-tengah belajar.
"Enak ya jadi dek I*****, mau belajar bisa les. Apa-apa diturutin", dia masih duduk di kasur yang terletak di samping tempat belajar kami. Mukanya tenang. Mungkin saat itu hatinya sedang bergejolak.

Thursday, February 16, 2012

[50] Subhanallah..Usia 82 Tahun Hafal Al Qur'an

RUBRIK KELUARGA pada Majalah Ad-Dakwah selalu menghadirkan kepada para pembacanya kisah-kisah yanq penuh keteladanan dan juga berbagai informasi yang menyejukkan hati.
Berikut ini adalah salah satu pengalaman nyata yang dimuat dalam majalah tersebut.  Mari kita simak bersama!
Ummu Shalih. 82 tahun, mulai menghafal Al-Qur’an pada usianya yang ke-70. Tamasyanya ke taman hafalan Al-Qur’an, sungguh sangat menginspirasi. Cita-citanya yang tinggi, kesabaran, dan juga pengorbanannya patut kita teladani.
Inilah hasil wawancara dengan Ummu Shalih.
Motivasi apa yang mendorong Anda untuk menghafalkan Al-Qur’an pada umur yang setua ini?
Sebenarnya, cita-cita saya untuk menghafal Al-Qur’an sudah tumbuh sejak kecil. Kala itu ayah selalu mendoakanku agar menjadj hafizhah Al-Qur’an seperti beliau dan juga seperti kakak laki-lakiku. Dari hal itulah, aku mampu menghafal beberapa surat —kira-kira 3 juz.
Ketika usiaku menginjak 13 tahun, aku menikah. Tentu setelah itu aku tersibukkan dengan urusan rumah dan anak-anakku. Ketika aku dikaruniai 7 (tujuh) orang anak, suamiku wafat.   Karena ketujuh buah hatiku masih kecil-kecil, maka seluruh waktuku tersita untuk mengurusi dan mendidik mereka.
Nah, ketika mereka sudah dewasa dan berkeluarga, maka waktu ku pun kembali luang. Dan hal yang pertama kali aku tunaikan adalah mencurahkan tenaga dan waktuku untuk mewujudkan cita-cita agungku yang tertunda untuk menghafal Kitabullah Azza wa Jalla.
Bagaimana awal perjalanan Anda dalam menghafal?
Aku mulai menghafal kembali ketika putri bungsuku masih duduk di bangku Tsanawiyah (SMP).  Dia salah satu putriku yang paling dekat denganku, dan dia sangat mencintaiku.  Sebab kakak-kakak perempuannya telah menikah dan disibukkan dengan kehidupan baru mereka.  Sedangkan, dia (putri bungsuku) tinggal bersamaku. Dia sangat santun, jujur, dan mencintai kebaikan.
Putri bungsuku pun bercita-cita untuk menghafal Al-Qur’an—terlebih ketika ustadzahnya menyemangati dirinya. Dari sinilah, saya dan juga putri bungsuku menghafal Al-Qur’an, setiap hari 10 ayat.

[49] Kisah Inspiratif dari Tukang Becak Yang Luar Biasa!!!

BAI FANG LI adalah seorang tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.


Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Dia melalang dijalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.

Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.

Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.

Monday, February 13, 2012

[48] Balada Hari Ini_Pak, Jangan Tilang Kami Doong*_*

Hari ini just ngerjain pe er, tak ada belajar matematika, jadi sekitar jam delapan kami udh selesai. Selanjutnya giliran Latifa belajar. Tak seperti adiknya, ia lebih suka belajar matematika. Sekitar lima belas menit berjalan, lima soal tentang pecahan telah diselesaikan. Kemudian ia memintaku menjelaskan tentang materi berikutnya, masih tentang pecahan-penjumlahan dan pengurangan pecahan. Alhamdulillah, jam setengah sembilan lewat sepuluh menit akhirnya selesai juga. Biasanya aku pulang dianter sama papa/mamanya adek lesku sampe ketemu angkot di jalan, tapi hari ini kulihat dirumah agak sepi, aku sudah menduga kalo mereka masih ada urusan di luar.
“Dek, mbak pulang dulu ya”, Ikhlas dan kakaknya, Ridho, masih nonton TV di deket ruang makan.
“Iya mbak..”
“Dek Tifa, mbak pulang dulu ya..”
“Bentar mbak, tak telfonin mamaku dulu”, dia masih sibuk dengan hapenya.
“Udah, gak usah..mbak jalan aja. Deket koq, masih jam segini juga”, aku berjalan menuju pintu.
“Mbak.”
“Eh, ya kenapa?”, aku menoleh

Saturday, February 11, 2012

[47] Balada Hari Ini

Jum’at, 10 Februari 2012
“Assalamu’alaikum..”
“Mbak Niiikk....wa’alaikumsalam”, suara girang itu kudengar ketika sang pemilik, Latifa namanya, menghambur ke arahku untuk membukakan pintu yang terkunci.
“Haaii Dek Tifa...gimana, udah sembuh belum?:)
“Udah mbak, hehe..”
“Ikhlaaaasss...mbak Ninik dateng. Buruan makannya.”
Adek kecilku itu terlihat masih nongkrong di depan TV ruang makan, ditemani sepiring nasi yang sudah hampir habis..
“Eh,,gakpapa, makan aja, mbak sholat dulu ya..”, aku langsung menuju kamar tempat biasa kami belajar untuk meletakkan tasku dan ambil air wudhu.
***
Waahh...adekku pengertian banget
Sebelum aku sholat ternyata Dek Ikhlas sudah masuk ke kamar. Ya...terpaksa dia nungguin aku sholat. Baru aja selesai sholat..
“Mbak,,,ayoo, belajar, aku ada PR nih”, pintanya sedikit tidak sabar.
“Iya,,pe er apa? tuh ambil karpetnya dulu gih, sama mejanya sekalian ya”, tanganku masih sibuk melipat mukena dan sajadah.
“PR IPS sama bahasa inggris mbak”
“Okeh...ntar kita kerjain sama2 yak...”
Baru aja aku buka bukunya, dia tiba2 berdiri..