Perjalanan kami selama beberapa hari di Jogja memberikan kesan mendalam tentang indahnya silaturahim. Bertemu dengan orang-orang baru. Menemukan keluarga baru yang dengan tulus memberikan pelayanan kepada kami. Mungkin sudah sedikit kuceritakan bagaimana kami disambut oleh keluarga kawanku. Kehangatan itu juga kami dapat ketika kami pulang dari perjalanan ke pantai Siung. Setelah akhirnya kami memutuskan untuk tidak menginap di dekat pantai, tujuan kami adalah rumah Simbah-begitu kami memanggilnya-, atau kawanku yang asli Jogja biasa memanggil beliau dengan sebutan Buwo. Hampir jam 12 malam, ketika itu motor kami sudah sampai di pelataran, Simbah buru-buru membukakan pintu buat kami.
Mungkin sebelumnya beliau sudah dikabari oleh keluarga kawanku bahwa kami malam ini akan menginap di tempat beliau. Selagi kami bersih-bersih dan ganti pakaian yang basah oleh gerimis yang cukup lama, Simbah menyiapkan teh hangat buat kami semua. Sosok ramah dan bersahaja itu serasa begitu dekat kukenal. Meski sudah sekitar sembilan tahun aku tidak merasakan tinggal bersama Simbahku sendiri (beliau meninggal ketika aku kelas satu SMP), aku masih bisa merasakan bagaimana sukacitanya beliau jika aku datang dan menemaninya tidur. Mungkin seperti itu juga yang dirasakan oleh Simbah di Jogja.
Mungkin sebelumnya beliau sudah dikabari oleh keluarga kawanku bahwa kami malam ini akan menginap di tempat beliau. Selagi kami bersih-bersih dan ganti pakaian yang basah oleh gerimis yang cukup lama, Simbah menyiapkan teh hangat buat kami semua. Sosok ramah dan bersahaja itu serasa begitu dekat kukenal. Meski sudah sekitar sembilan tahun aku tidak merasakan tinggal bersama Simbahku sendiri (beliau meninggal ketika aku kelas satu SMP), aku masih bisa merasakan bagaimana sukacitanya beliau jika aku datang dan menemaninya tidur. Mungkin seperti itu juga yang dirasakan oleh Simbah di Jogja.
Simbah itu orangnya suka bercerita. Pernah suatu pagi, sambil menguleg bumbu untuk nasi goreng, aku mendengarkan Simbah berkisah. “Jadi perempuan itu harus bisa masak Nduk, nanti kalo diminta ibu mertua buat masak biar bisa, ndak bingung lagi”, menceritakan bagaimana beliau berpesan untuk cucu perempuannya, yang kalo gak salah masih SMA. Hmm...jadi pesan buatku, buat kami semua tentunya.
Tiga malam kami menginap di tempat Simbah. Sebenernya rencana awal hanya semalam kami menginap, selabihnya mau nyari penginapan di sekitaran Malioboro. Tapi karena pulangnya kemalaman dan belum sempet nyari penginapan, akhirnya kami balik lagi ke tempat Simbah, yang memang sebelumnya beliau bilang supaya kami nginep lagi di tempat beliau.
Kami sempat berfoto bersama dengan simbah. Di hari terakhir kami berpamitan, beliau sampai meneteskan air mata melepas kami. Ahh...bikin trenyuh, mataku berembun.
No comments:
Post a Comment